Mungkin Anda berpikir ada hubungannya dua hal tersebut ada hubungan meskipun hanya sedikit.
Tapi menurut hemat penulis, Psikologi itu sangat berperan dalam PEMILU. Psikologi sangat membantu, untuk pengumpulan massa dan untuk meramu cara-cara persuasive agar rakyat menjadi ingin memilih suatu partai. Barrack Obama dapat terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat karena cara persuasifnya sangat hebat dalam merangkul massa. Belum lagi ada actor-aktor psikologi di belakangnya. Siapa yang ingin menang, kuasai saja PSIKOLOGI RAKYAT!
Saat-saat ini, partai-partai sedang beramai-ramai melakukan kampanye. Berbagai macam dilakukan untuk menarik hati simpatisan. Sayangnya di Indonesia ini, dalam iklan-iklan partai di media massa maupun dunia nyata hanya menjual bahasa persuasive. Bukan menawarkan suatu solusi yang konkrit. Terlepas dari itu semua, mari kita bahas efek bahasa persuasive kepada calon pemilih yang erat kaitannya dengan psikologi.
Persuasi. Usaha untuk mengubah sikap orang lain.
Dalam buku Psikologi Sosial, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada di sebutkan:
Pertama Pakar lebih persuasif dibanding non-pakar (Hovland dan Weiss, 1951), Argumen yang sama akan terasa lebih berbobot jika disampaikan oleh, orang-orang yang, tampaknya benar-benar memahami ucapannya dan terkesan memiliki semua fakta pendukungnya dibanding jika disampaikan oleh orang-orang yang kurang memiliki kepakaran yang dimaksud. Karena inilah mengapa iklan televisi sering memperlihatkan para “ahli” yang mengenakan jas-laboratorium.
Kedua, Pesan yang tidak terkesan sengaja dirancang untuk mengubah sikap kita seringkali lebih berhasil dibanding pesan-pesan yang dirancang terlalu kentara untuk tujuan itu (Walster dan Festinger, 1962). Dengan kata lain, secara umum kita tidak mempercayai – dan secara umum juga menolak untuk dipengaruhi oleh – orang-orang yang tampak kentara berusaha membujuk kita. Inilah salah satu alasan mengapa soft-sell menjadi sangat populer di dunia periklanan – dan juga di dunia politik.
Ketiga, Komunikator (nara sumber) yang atraktf lebih efektif dalam mengubah sikap dibanding nara sumber yang kurang atraktif (Kiesler dan Kiesler, 1969). Inilah salah satu alasan mengapa para model yang digunakan di dalam iklan adalah orang-orang yang sangat atraktif dan mengapa para pengiklan selalu berusaha mencari wajah-wajah baru.
Nb:Pak Heli ini, ada data yang saya ambil dari Hand oUt mata kuliah psikologi soisal bapak, teruma kasih ya pak, dan mohon map saya memakainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar